dc.description.abstract | Pengangkutan laut merupakan elemen vital dalam perdagangan internasional karena mampu menghubungkan berbagai belahan dunia. Selama proses pengiriman, barang yang diangkut sering kali menghadapi risiko kerusakan akibat berbagai faktor, seperti cuaca buruk, penanganan yang kurang tepat, maupun kerusakan mekanis pada kapal. Oleh karena itu, tanggung jawab pengangkut terkait kerusakan barang menjadi isu penting yang memerlukan pemahaman mendalam. Namun, terdapat batasan-batasan yang mengatur agar pengangkut tidak terbebani oleh tanggung jawab yang berlebihan.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan hukum, di mana analisis dilakukan terhadap undang-undang yang relevan melalui studi dokumen atau bahan pustaka. Kajian ini mencakup analisis terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dan berfokus pada perlindungan hukum terhadap barang yang rusak selama pengangkutan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, serta Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
Proses klaim kerusakan barang melibatkan beberapa tahapan, mulai dari pemberitahuan kerusakan oleh penerima barang, pemeriksaan oleh pihak ketiga yang independen, hingga negosiasi antara pengangkut dan pihak yang dirugikan. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur hukum atau arbitrase, sesuai dengan klausul yang telah disepakati dalam kontrak. Kesimpulannya, meskipun pengangkut laut memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kerusakan barang yang diangkut, terdapat mekanisme perlindungan yang memastikan tanggung jawab tersebut tidak bersifat absolut. Penerapan peraturan yang adil dan transparan serta kerjasama di antara semua pihak yang terlibat dalam pengangkutan laut sangat penting untuk meminimalkan risiko kerusakan barang dan menjaga kelancaran perdagangan internasional.
| en_US |