dc.description.abstract | Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, di Desa Simalingkar B, Kecamatan Medan, Tuntungan, Kotamadya Medan pada bulan Februari sampai Mei 2022. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian sekitar 33 m diatas permukaan laut dengan nilai pH tanah 5,5 jenis tanah Ultisol (Lumbanraja, dkk., 2023). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa metode untuk mempercepat masa penunasan katak tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume).
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial (RAKNF) yang terdiri dari 8 taraf perlakuan, yaitu: P1= Pengeringan dengan cara Kering Angin, P2= Katak langsung ditanam pada polibeg, dengan 2/3 dibenamkan dalam tanah, P3= Perendaman katak dalam air selama 24 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg, P4=Perendaman katak dalam air selama 36 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg, P5= Perendaman katak dalam air kelapa muda selama 4 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg, P6= Perendaman katak dalam air kelapa muda selama 6 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg, P7= Perendaman katak dalam eco-enzyme konsentrasi 10 ml/l air selama 24 jam, dilanjutkan penanaman dalam polibeg, P8= Perendaman katak dalam eco-enzyme konsentrasi 15 ml/l air selama 24 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg. Rataan dilakukan pada sampel benih di setiap polibeg. Populasi yang dijadikan sebagai sampel dipilih secara acak. Populasi yang dijadikan sampel di beri patok atau kayu sebagai tanda. Parameter yang diukur meliputi persentase katak yang bertunas dengan 3 sampel pada umur 6, 7, 8, 9, 10 MST dan dengan 5 sampel pada 8, 9, 10 MST, jumlah tunas dengan 3 sampel pada umur 6, 7, 8, 9, 10 MST dan dengan 5 sampel pada umur 8, 9, 10 MST, dan tinggi bibit tanaman pada umur 6, 7, 8, 9, 10 MST.
Hasil sidik ragam terbukti bahwa pengaruh beberapa metode terhadap penunasan katak tanaman porang pada persentase katak yang bertunas, terdiri dari 2 bagian yaitu dengan 3 sampel berpengaruh sangat nyata pada umur 6 MST tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 7, 8, 9, 10 MST, dan berpengaruh tidak nyata dengan 5 sampel pada umur 8, 9, 10 MST. Metode penunasan katak tanaman porang terbukti berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dengan 3 sampel pada umur 6 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 7, 8, 9, 10 MST dan berpengaruh tidak nyata dengan 5 sampel umur 8, 9, 10 MST. Metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit pada umur 6 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 7, 8, 9, 10 MST. Hal ini diakibatkan karena metode penunasan pada setiap perlakuan memiliki kriteria untuk memenuhi pertumbuhan vegetatif benih porang. Akan tetapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa Rataan persentase katak yang bertunas, jumlah tunas dan tinggi bibit dapat dilihat pada perlakuan mana persentase katak yang bertunas yang lebih tinggi, jumlah tunas terbanyak dan tinggi bibit tanaman tertinggi.
Hasil analisis akibat beberapa metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh sangat nyata terhadap persentase katak yang bertunas dengan 3 sampel pada umur 6 MST, terlihat pada perlakuan P2 lebih tinggi dengan perlakuan katak yang langsung ditanam dalam polibeg, 2/3 dibenamkan dalam tanah menghasilkan rata-rata 88,89% pada umur 6 MST, dibandingkan dengan perlakuan P1, P3, P4, P5, P6, P7, dan P8. Metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh tidak nyata terhadap persentase katak yang bertunas dengan 5 sampel pada umur 8, 9, dan 10 MST, terlihat pada perlakuan P3 cenderung lebih tinggi bertunas dengan perendaman katak dalam air selama 24 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg menghasilkan rataan 100% pada umur 8 MST, semua katak sudah bertunas.
Hasil analisis akibat beberapa metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dengan 3 sampel pada umur 6 MST, terlihat pada perlakuan P2 dengan katak yang langsung ditanam dalam polibeg dengan 2/3 dibenamkan dalam tanah dan perlakuan P5 dengan perendaman katak dalam air kelapa muda selama 4 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg, menghasilkan rataan terbanyak 1,00 tunas, dibandingkan P1, P3, P4, P6, P7 dan P8, tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 7, 8, 9 dan 10 MST. Metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas dengan 5 sampel pada umur 8, 9, dan 10 MST, tetapi dapat dilihat rataan jumlah tunas pada perlakuan P8 cenderung lebih banyak dengan perlakuan perendaman katak dalam eco-enzyme dengan konsentrasi 15 ml/Lair selama 24 jam dilanjutkan penanaman dalam polibeg menghasilkan rataan 1,78 tunas, dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5, P6 dan P7.
Hasil analisis akibat beberapa metode penunasan katak tanaman porang berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit pada 6 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 7, 8, 9, 10 MST. Hasil Rataan pada tinggi bibit tertinggi terlihat pada perlakuan P5 dengan perendaman katak dalam air kelapa muda selama 4 jam yaitu menghasilkan rataan 1,31 cm dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P6, P7, dan P8.
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan terbaik dari jumlah tunas dan tinggi bibit yang di dapat terlihat pada jumlah tunas terbanyak menghasilkan tinggi bibit yang maksimal. Hasil ini berbanding lurus dengan perlakuan terbaik pada tinggi bibit yang dihasilkan oleh tinggi bibit tertinggi dengan jumlah tunas terbanyak. | en_US |